Sebuah perjalanan yang tidak disangka sebelumnya. Setelah mengunjungi tempat bersejarah: Pure, perjalanan selanjutnya adalah danau Ranu yang tempatnya sangat jauh dengan pure tempat pertama. Perjalanan tersebut kira-kira berjarak 27 Km dari Pure. Danau Ranu terletak di lereng gunung semeru. jika pure berada di bagian bawah semeru, Ranu di bagian atasnya lagi. Perjalanan menuju ke danau melewati beberapa tempat yang eksotis, alami, berliku-liku, dan dingin. Dalam perjalanan kami melewati Sebuah hutan yang sebagian besar ditumbuhi pohon-pohon tinggi dan besar yang tidak aku ketahui namanya. Baru sekali aku melihat pohon sejenis itu. Pohonya mirip sekali dengan cemara dan jumlahnya banyak sekali: rtusan bahkan ribuan. Jalan yang kulewat dengan motor sudah beraspal tetapi sempit, hanya bisa dilewati satu mobil. Setelah melewati hutan pohon besar, aku melewati gerombolan-gerombolan pohon bambu yang jumlahnya tidak terlalu bnayak dan terpisah-pisah. Bamboo-bambu itu kujumpai jauh jaraknya dari pohon yang pertama.
Saat itu suasana semakin sepi dan sangat dingin. Hawa dingin yang selalu kurasakan dalam setiap perjalananku sekitar 12-16 derajat celcius. Ukuran itu sngat dingi jika dibandingkan dengan kota Surabaya yang ketika musim kemarau tiba bisa mencapai 45-50 derajat celcius, bayangkan betapa panasnya suasana kemarau Surabaya ditambah dengan asap-asap polusi yang menyebar ke seluruh tempat. Aspal yang sebagian terkelupas dan rusak bisa kulihat saat melewati pohon-pohon bambu. Bamboo-bambu tumbuh melengkung di atas jalan aspal membentuk seperti terowongan yang menaungi setiap benda yang ada di bawahnya. Alam membentuk sedemikian rupa seperti terowongan dengan sendirinya, karena manusia jika ke tempat itu hanya numpang lewat saja. Penduduk setempat tidak ada yang menggarap lahan di sekitar situ. Mungkin hal itu dikarenakan oleh suhu udara yang terlalu dingin sehinga tidak memungkinkan untuk bercocok tanam. Atau mungkin tempatnya ynag terlalu jauh dengan kampong sehinga membutuhkan tenaga nlebih untuk menuju kesana.
Jalan-jalan yang kutelusuri semakin jauh semakin menaik bahkan tidak kujumpai jalan yang menurun. Karena tjalan-jalan tersebut dibuat di sekitas lereng gunung Semeru. yang namanya gunung semakin ke atas akan semakin naik. Selanjutnya yang kutemui dalam perjalanku bersama temanku: Mas Muafiq, adalah hutan dengan pohon-pohon besar bercabang-cabang. Entah apa namanya pohon itu yang jelas pohonya tinggi-tinggi dan juga sangat besar. Pohon-pohon itu bisa kulihat disetiap perjalanan. Di setiap cabang dan ranting-ranitngya aku bisa melihat tanaman parasit yang tumbuh kebawah seperti lumut bak air yang membeku di musim salju. Karena kebanyakan ranting dan cabang pogon tersebut ditumbuhi parasit tadi, kelihatan seperti daun bagi pohon. Gambarn-gambaran seperti itulah yang kau lihat sampai aku tiba di danau Ranu. Di atas sana aku bisa melihat kampong penduduk yang selama perjalanan menuju danau tadi aku tidak melihat ada satu rumah pun berdir di antara pohon dan semak-semak. Yang ada hanya daun, daun, dan daun.
Sebelum aku memasuki dareah perkampungan aku bisa mendengar suara keras air mengalir yang ternyata adalah air tejun kecil. Namun karena tempatnya sangat tidak mungkin untuk dijangkau terpaksa aku hanya melihat. Akhirnya aku masuk dan yang kulihat hanya lading yang luas membentang sepanjang mata memandang. Lading-ladang tersebut ditanami bawang, kentang, kubis, dan sayuran lainya. Begitu indah, hijau, dan rapi. Di antara lading hijau itu sesekali aku melihat penduduk yang sedang becocok tanam atau hanya sekedar memotongi tumbuhan liar yang hidup di sekitar tanaman. Dan setelah mengambil beberapa gambar kami pun kembali pulang karena langit semakin mendung. Dan bisa dibayangkan apa yang terjadi jika hujan turun saatr kami dalam perjalanan menuju ke bawah. Mungkin kami tidak bisa bertemu keluarga lagi.
Sebelum aku memasuki dareah perkampungan aku bisa mendengar suara keras air mengalir yang ternyata adalah air tejun kecil. Namun karena tempatnya sangat tidak mungkin untuk dijangkau terpaksa aku hanya melihat. Akhirnya aku masuk dan yang kulihat hanya lading yang luas membentang sepanjang mata memandang. Lading-ladang tersebut ditanami bawang, kentang, kubis, dan sayuran lainya. Begitu indah, hijau, dan rapi. Di antara lading hijau itu sesekali aku melihat penduduk yang sedang becocok tanam atau hanya sekedar memotongi tumbuhan liar yang hidup di sekitar tanaman. Dan setelah mengambil beberapa gambar kami pun kembali pulang karena langit semakin mendung. Dan bisa dibayangkan apa yang terjadi jika hujan turun saatr kami dalam perjalanan menuju ke bawah. Mungkin kami tidak bisa bertemu keluarga lagi.
2 comments:
pak kyai...jo grusa-grusu...nyante wae...tuh bnyk yg g diedit kt2nya...seblum dipost..mbok yao dktik n dedit dl yg bgus...trus...jgn artikel tok po'o...klo yg g suka bc..yo bosen...potona endi?waduh pak kyai iki piye to...mosok g ngewehi conto nang santrine sing apik...piye iki...protes aku...
Oi cak,..... sepurane ku pancene tanpa edit, mboh pokoke nulis ae. fotoe lali cak..... mboh saiki nag ndi..... mudah2han bisa tak temukan. terima kasih atas segalanya cak,.... ilmu dan pengalamannya..... I'll Never forget you, Thank's 4 All......!
Post a Comment